Hubungan antara hakikat manusia dan ciri - ciri manusia beradab

KETENANGAN

1.    Ketenangan dengan manusia sebagai ciptaan tuhan

ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yang terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya, setiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa. Dengan jiwa yang tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa, banyak orang yang mencapainya dengan cara-cara yang tidak Islami, sehingga bukan ketenangan jiwa yang didapat tapi malah membawa kecelaruan dalam jiwanya itu. Untuk itu, secara tersurat, Al-Quran menyebutkan beberapa cara praktis.
a. Dzikrullah.
Dzikir kepada Allah Swt merupakan kiat untuk menggapai ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan (dan mendalami hukum-hukum Allah, termasuk dzikrullah). Bila seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta'awudz (mohon perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah seterusnya sehingga dengan dzikir, ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim, Allah berfirman yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram (13:28).
Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah, tapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan. Karena itu, seorang mu'min selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.
b. Yakin Akan Pertolongan Allah.
Dalam hidup dan perjuangan, seringkali banyak rintangan, tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.
Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apapun, seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang terdahulu, tapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (3:126, lihat juga QS 8:10).
Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan generasi sahabat dimasa Rasulullah Saw, maka sekarangpun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yang sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan, maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini, seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan karena memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat, Allah berfirman yang artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS 2:214).
c. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah.
Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak tenang, tapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tenteram, hal ini karena dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tapi malah untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)". Allah berfirman, ("kalau begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 2:260).
d. Bersyukur
Allah Swt memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri (dengan hati, lisan, dan perbuatan) karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak, baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tapi kalau tidak bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yang sedikit.
Apabila manusia tidak bersyukur, maka Allah memberikan azab yang membuat mereka menjadi tidak tenang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat(QS 16:112).
e. Tilawah, Tasmi’ dan tadabbur Al-Quran.
Al-Quran adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan, diturunkan pada bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, karenanya orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi') dan mengkaji (tadabbur) ayat-ayat suci Al-Quran niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia betul-betul beriman kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya (QS 39:23).
Oleh karena itu, sebagai mu'min, interaksi kita dengan al-Qur'an haruslah sebaik mungkin, baik dalam bentuk membaca, mendengar bacaan, mengkaji dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Al-Quran sudah baik, maka mendengar bacaan Al-Quran saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yang berarti lebih dari sekedar ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS 8:2).
Dengan berbekal jiwa yang tenang itulah, seorang muslim akan mampu menjalani kehidupannya secara baik, sebab baik dan tidak sesuatu seringkali berpangkal dari persoalan mental atau jiwa. Karena itu, Allah Swt memanggil orang yang jiwanya tenang untuk masuk ke dalam syurga-Nya, Allah berfirman yang artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam syurga-Ku (QS 89:27-30).

2.    Ketenangan dengan manusia sebagai makhluk individu

Dalam perkembangan hidupnya, manusia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah yang mengatasinya berat. Akibatnya timbul kecemasan, ketakutan dan ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yang semula dianggap tidak mungkin dilakukannya, baik melakukan kejahatan terhadap orang lain seperti banyak terjadi kes-kes pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan ubat-ubat terlarang hingga tindakan bunuh diri.
Oleh karena itu, ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yang terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya, setiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa.
Setiap manusia dan makhluk lainnya selalu mengharapkan kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan yang menyeluruh. Ketenangan dan kenyamanan ini akan tercipta ketika manusia sudah menemukan posisi hakikinya, persis sebuah marmer yang dipasang di tempatnya, dan menemukan stabilitasnya. Ketenangan dan kenyamanan ini akan tercipta ketika manusia tidak jauh dan lalai dari mekanisme penciptaan dirinya, mengenal hukum-hukum  ibu pertiwi, hukum-hukum fitrah dan alam sekitarnya (yang sarat dengan keuntungan dan ketenangan). Ia harus menghormati dan mengamalkan hukum-hukum tersebut serta tidak melangkah keluar jalur hukum-hukum alam.


3.    Ketenangan dengan manusia sebagai makhluk sosial

Setiap kita selalu mendambakan, agar dalam pergaulan hidup di tengah masyarakat ini, kita dapat hidup tenang, penuh ketenteraman dan kedamaian. Sebab dalam suasana tenteram dan damai itu kita dapat berbuat banyak untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Dalam suasana tenteram kita dapat bekerja secara tenang melakukan berbagai aktivita, baik untuk kepentingan diri kita dan keluarga, maupun untuk kepentingan masyarakat dan orang banyak. Bekerja mencari nafkah untuk keluarga, bergiat menuntut ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas peribadi, berdakwah untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta berjihad membangun bangsa dan negara dan sebagainya, hanya bisa dilakukan dengan baik dalam suasana tenteram dan damai. Sebaliknya dalam suasana yang diliputi oleh kegoncangan dan keributan, dapat dipastikan kita tidak akan pernah mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat. Sebab pikiran dan tenaga kita telah terkuras habis untuk menanggulangi kekisruhan itu.
Namun sebuah kenyataan yang sering kita alami, bahwa kehidupan kita itu tidak selamanya berlangsung dalam keadaan tenang, tenteram dan damai. Ketenteraman kita acapkali diganggu oleh suasana yang tidak kita inginkan, misalnya berupa timbulnya sikap saling curiga mencurigai di antara kita atau timbulnya sikap saling tuduh menuduh dan saling membenci satu sama lain, sehingga berakibat terjadinya konflik dan permusuhan yang sangat meresahkan dan menggelisahkan.
Mengapa di antara kita kadang-kadang timbul sikap saling curiga mencurigai, saling tuduh menuduh dan saling membenci. Hal ini acapkali disebabkan oleh sikap masing-masing kita, yang terlalu mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Kita selalu bersikap meminta terlalu banyak kepada orang lain. Sedang kita sendiri tidak bersedia berkurban sedikitpun. Timbulnya suasana saling mencurigai dan sebagainya itu kadang-kadang juga disebabkan karena kesalah pahaman saja, akibat jarangnya kita bertemu dan bersilaturrahim. Disamping itu, timbulnya sikap saling curiga mencurigai itu bisa juga disebabkan oleh sesuatu yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan adanya ketenangan, ketenteraman dan kedamaian di antara kita. Pihak-pihak tertentu itu dengan sengaja menebarkan isu, pergunjingan dan fitnah di tengah-tengah masyarakat, sehingga apabila kita termakan oleh isu itu, akan goncanglah kehidupan kita.
Ketenangan, ketenteraman dan kedamaian hidup, tentunya bukan merupakan sesuatu yang dengan begitu saja bisa kita nikmati tanpa usaha. Ketenangan, ketenteraman dan kedamaian hidup adalah merupakan hasil dari sebuah proses yang secara sadar dan sengaja harus diusahakan. Diantara usaha yang perlu dilakukan agar ketenangan, ketenteraman dan kedamaian menyelimuti hidup dan kehidupan kita, antara lain, hendaklah masing-masing kita, disamping memikirkan kepentingan diri sendiri, jangan lupa juga memikirkan kepentingan orang lain. Sebagai makhluk yang tidak mungkin dan tidak mampu hidup seorang diri di permukaan bumi ini, hendaklah kita menseimbangkan antara kepentingan diri peribadi dengan kepentingan orang lain dan masyarakat.

4.    Ketenangan dengan manusia sebagai manusia berbudaya

Pada hakikatnya manusia itu haru memiliki ketenangan jiwa pada saat ia berinteraksi dengan budaya baik itu budaya sendiri maupun budaya dari luar. Disini manusia diberi ketenangan agar mampu menghadapi belenggu – belenggu yang dapat merusak citra budaya yang telah dianut oleh manusia. Ketenangan diposisikan sebagai pondasi kita dalam menghadapi budaya yang mencoba merusak dan bahkan menghilangkan budaya yang kita anut dan telah mendarah daging. Disini juga ketenangan dijadikan pondasi manusia yang menjaga tata aturan hidup. Jika tanpa adanya ketenangan dalam dalam manusia, maka manusia itu tidak mampu mengatur sikls kehidupannya.

KENYAMANAN

5.    Kenyamanan dengan manusia sebagai ciptaan tuhan

Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

6.    Kenyamanan dengan manusia sebagai makhluk individu

Kenyamanan jiwa bukanlah suatu hal yang mudah didapat, layaknya orang bijak bicara seharusnyalah kita bisa menemukan kenyamanan jiwa dikala usia mulai bertambah, tapi sepertinya hal itu butuh perjuangan yang besar karena kenyamanan jiwa memang mahal harganya. Usia yang bertambah, pengalaman hidup mengajarkan begitu banyak hal, mulai dari yang salah hingga yang benar, mulai dari yang pahit hingga menyenangkan, mulai dari yang mudah hingga yang berat, segala warna, seribu rasa dan jutaan kisah, tapi kapankah kita temukan kenyamanan jiwa?
Saat begitu banyak keinginan yang bermain dengan indahnya di dalam kepala ini, ada keinginan untuk bisa tidur lebih lama, keinginan untuk bisa punya pasangan yang baik, keinginan untuk makan enak, keinginan untuk bisa liburan panjang tanpa harus memikirkan pekerjaan, keinginan untuk sukses di karir, keinginan untuk bahagiakan keluarga,keinginan untuk bisa lebih dan lebih lagi...hingga kita bisa mendengarkan suara hati yang paling dalam, jujur dan rendah hati untuk bicara "bersyukurlah dengan apa yang telah terjadi dalam hidup kita". Orang bijak bicara,"apapun itu pasti ada maknanya."
Lalu kita kembali bertanya, dengan semua hal di atas, kapankah kenyamanan jiwa akan ditemukan?
Dalam diam yang hening, saat kita melihat senyum yang tulus, saat kita menutup mata menjelang tidur yang lelap, saat kita membantu yang susah, saat kita menerima ucapan terima kasih, saat-saat kita memberikan makna bagi sesama adalah wujud menjelang kenyamanan jiwa... Kenyamanan jiwa adalah kemampuan kita bermain dengan isi kepala...dan tingkat penerimaan diri. Karena kenyamanan jiwa yang utuh hanya ketika kita bersama-Nya.
Rumusan orang mengenai kenyamanan hidup pastilah beragam. Maka, tidak heran jika masing-masing memiliki definisinya sendiri. Makan enak, rumah mewah, penghasilan besar, dan sebagainya, mungkin menjadi bagian dari “isi” kenyamanan hidup dari kita semua. Sehingga, hal itu patut untuk diperjuangkan.
Tetapi, kenyamanan pribadi seperti di atas bukanlah segala-galanya bagi seseorang. Banyak orang yang telah memperoleh berbagai macam kenikmatan secara individu, tetapi justru merasa kesepian dan gelisah. Kenapa seperti itu? Tidak lain adalah ia telah melupakan kenyamanan yang lebih tinggi sebagai makhluk sosial yaitu kenyamanan sosial.
Di sini ia akan merasakan lebih bahagia ketika hidup di dalam komunitas tertentu. Lebih bahagia lagi jika bisa memberi kontribusi di dalamnya. Ia akan merasa hidupnya berguna, berarti, dan dihargai. Melalui komunitasnyalah ia bisa berekspresi, yang secara fitrah adalah sebuah kebutuhan. Orang yang hidup kaya raya cepat atau lambat akan mencapai puncak kejenuhan. Jika ia tidak bisa mengekspresikan dirinya maka ia akan merasa gelisah, tidak berguna, dan hidup terasa hampa. Meskipun segala kenikmatan telah dimilikinya.
Agar bisa berekspresi, seseorang butuh orang lain untuk mengapresiasi atau merespon ekspresinya. Bahkan, dengan pujian dan penghargaan. Ini adalah fitrah sosial sebagai manusia. Makanya, ia butuh hidup dalam komunitas tertentu. Karena sesungguhnya, salah satu bentuk kenyamanan hidupnya ada pada kehidupan sosial itu. Kenyamanan sosial ini akan mengantarkan seseorang untuk mencapai kenyamanan hidup yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih banyak.
Kita bisa membedakan lebih tinggi mana, apakah tingkat kenyamanan pribadi ataukah kenyamanan sosial, melalui gambaran di bawah ini.
Katakanlah soal makan enak. Kenikmatan makan adalah ketika ia bisa makan sampai kenyang. Yang menjadi parameter di sini adalah isi perut dan rasa di lidah. Jika sudah kenyang, makanan yang enak pun akan terasa tidak enak lagi. Dan, jika lidah sudah berulang kali merasakannya, semuanya akan membosankan. Mencoba mengejar lagi, mencari makanan yang lain, hasilnya sama saja. Betapa terbatasnya kenyamanan pribadi itu.
Demikian juga dengan penghasilan besar yang bisa untuk membeli rumah mewah, perhiasan, pakaian mahal, dan lain-lain. Awalnya sangatlah senang memiliki rumah mewah dan perhiasan mahal. Tetapi, itu tidak akan bertahan lama. Beberapa bulan atau tahun, perasaan itu sudah biasa lagi. Ketika ia hanya diukur untuk kepentingan pribadi, kenikmatannya menjadi demikian terbatas, tidak tahan lama dan semakin lama akan biasa bahkan membosankan. Makanya, supaya tidak bosan ia akan mengejar lagi dan lagi apa-apa yang belum ia punyai. Milik orang selalu menggiurkan. Dan, sering kali bosan dengan segala sesuatu yang telah dimiliki dan berulang kali dinikmati. Termasuk dalam urusan seksualitas. Maka, ia akan terjebak pada keserakahan.

7.    Kenyamanan dengan manusia sebagai makhluk sosial

Kenyamanan pada hakikatnya hanya memberi kenyamanan pada manusia dalm berinteraksi dalam lingkup yang luas. Karena setiap kita berinteraksi dengan lingkungan yang luas maka kita harus merasa nyaman dalam berinteraksi satu sama lain, baik itu kenyamanan diri pribadi maupun kenyamanan buat lingkungan yang sementara kita tempati berinteraksi. Individu dan lingkungannya harus mampu memberi pengertian satu sama lain, agar dapat terjalin hubungna yang baik dengan lingkunan sosial.

8.    Kenyamanan dengan manusia sebagai makhluk berbudaya
sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Dalam perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini kita perlu kenyamanan dalam melestarikan budaya yang telah kita miliki sehingga kita mampu mengembangkannya dengan pola pikirkita yang nyaman, sehingga terbentuk pemikiria yang kreatif dan inovatif dalam pengembangan budaya yang telah mendarah daging dalam diri kita.

KETENTRAMAN

9.    Ketentraman dengan manusia sebagai ciptaan tuhan


Allah Subhanahu wa Ta’ala, memberikan bekal hidup kepada seorang manusia dimuka bumi ini adalah Hati (qalbu).Segumpal daging yang dinamakan hati inilah yang membuat kita mulia atau tidak,bahagia atau sengasara.demikian juga kecemasan dan ketentraman jiwa.
Oleh karena itu menjaga hati,dan mensucikan hati (tazkiyatun nafs) adalah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hati yang selalu bersih membuat hidup kita lebih bahagia tidak pernah kecewa dengan ujian,fitnah,atau iri dengki kepada orang lain,dan selalu memandang jernih setiap masalah,sehingga pasti akan tenang penuh ketentraman jiwa dalam menjalani hidup.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh celakalah orang-orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy Syams : 9-10).

Islam menyatakan bahwa kebahagiaan, sejahteraan dan ketentraman itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan. Kebahagiaan dan ketentraman jiwa adalah dimana kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Imam Abu Hamid Al Ghazali menyatakan “bahwa puncak kebahagiaan dan ketentraman pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah, telah mengenal Allah Subhanahu wa Ta;ala.

Kebahagiaan dan ketentaraman itu akan datang dengan sendirinya jika hati telah dipenuhi iman yang kuat,dan bertindak sesuai dengan keyakinan yang kita punya itu,Jika kita kehendaki ketentraman jiwa tentunya ikhtiar maksimal, secara terus menerus menyebut dan mengangungkan Asma-asma-Nya yang agung, dengan senantiasa berdzikir, karena dengan demikian seorang hamba akan tentram karena senantiasa bertaqarub dengan Rabb-Nya, dan secara tidak langsung juga memberikan konsekuensi positif dan dampak ketentraman terhadap lingkungan sekitarnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“Karena itu, ingatlah kalian kepada-KU,niscaya AKU (ALLAH) akan ingat pula kepada kalian.Dan bersyukurlah kepada-KU,serta janganlah kalian mengingkari nikmat-KU”(Q.S. Al Baqarah : 152).

Adapun kelezatan hati dan manisnya iman ialah ma'rifat kepada Allah Subhanahu wa Ta;ala, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat-Nya Maka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘adalah solusi menggapai ketentraman jiwa dan merupakan puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Islam adalah agama yang selamat,pembawa keselamatan, dan mengajak manusia pada keselamatan, memberikan solusi yang sangat tepat untuk menggapai ketentraman jiwa dan menanggulangi segala macam bentuk persoalan kehidupan keresahan dan penyakit-penyakit hati, disamping menjaga kebersihan qalbu dan setia menempuh jalan yang lurus dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketentramana jiwa akan dicapai sepenuhnya pada seorang hamba,manakala yang bersangkutan berkenan : Tidak pernah meninggalkan membaca Al quran, Setiap saat beerdzkir dan berdoa, Bersabar atas keputusan-Nya melalui qadha dan qadar,Tidak berputus asa atau menyerah, Memohon pertolongan kepada-Nya dalam semua urusan,Menyadari bahwa apa yang menimpanya adalah bagian dari taqdir-Nya, dan apa yang bukan taqdir-Nya tidak akan menimpa padanya,serta yakin bahwa dirinya tidak kuasa memberi manfaat maupun bahaya. Dengan istiqamah mengerjakan amal-amal tersebut diatas InsyahAllah seorang hamba akan merasa tentram hidup mulia penuh rahmat dalam lindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sahabat-sahabat yang di Rahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Mudah- mudahan manfaat buat kita semua, yang Benar Haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan ’’Akhirul qalam “Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr “.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘Senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai dan di Cintai-Nya..Aamiin Allahuma Aamiin.

Allah swt, Maha Adil dan Maha Bijaksana. Setiap makhluk ciptaannya tidak ada yang serupa, meskipun kembar…Dari debu, pasir, tanah, kerikil, batu, gunung, rumput, perdu, pohon, bakteri, serangga, ikan, hewan, dan manusia.
Melalui ketidakserupaan ini banyak makna tersembunyi. Intinya…satu sama lain saling mengenal, menghargai, menghormati, dan terpenting tidak saling memaksakan.
Setiap makhluk Ciptaan Allah telah dilengkapi dengan segala fasilitas yang dapat dinikmati secara langsung, seperti udara, sampai yang dapat dinikamti tidak secara langsung, dengan cara berusaha.
Meskipun demikian, masih ada saja satu makhluk atau makhluk sejenis saling menindas dan saling makan dan saling menyiksa. Hanya atas nama mempertahankan kehidupan. Yang kuat memaksa, memakan, dan merendahkan si lemah.
Padahal secara sunatullah atau hukum alam setiap makhluk atau makhluk sejenis saling membutuhkan, saling tolong menolong. Namun atas nama keserakahan…Itu semua terabaikan, sampai-sampai lupa Yang Menciptakannya.
Begitu juga dengan manusia. Hanya karena berbeda kulit, suku, bangsa, bahasa, dan agama meremehkan, merendahkan, dan bahkan memusuhinya. Bukankah manusia dihadirkan di dunia bersumber dari satu Nenek Moyang - Adam dan Hawa.


10.    Ketentraman dengan manusia sebagai makhluk  individu

ketentraman manusia tidak akan pernah hadir selama manusia masih berkecimpung dan  bergejolak dalam perputaran roda kehidupan. Kententraman manusia akan selalu terusik selamanya sebelum manusia itu menutup mata, namun terkadang matipun manusia masih menyisakan ketidaktentraman bagi seorang yang percaya akan takhayul. Pendek kata manusia tidak akan pernah tentram dari mulai ia menghirup kehidupan sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya untuk kehidupan.
Ketentrman manusia selalu di nanti dan di puja bukan saja oleh manusia itu sendiri oleh mahluk lainpun mereka mengharapkan, ketentraman akan selalu menghiasi kehidupan dunia ini di manapun dan kapanpun manusia itu berada. Satu hal yang tidak akan pernah manusia mau menyangkalnya adalah bahwa ketentraman manusia akan di dapat apabila dalam melakukan sesuatu di dasarkan kepada keikhlasan dan keridhoan dari manusia itu sendiri karena tanpa adanya keikhlasan dan keridhoan maka ketentrman manusia tidak akan pernah terwujud baik hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Ketentraman jiwa akan sangat berpengaruh besar terhadap kondisi fisik dan irama hidup setiap orang,Jika hanya fisik yang terganggu tentullah anggota fisik yang lain masih bisa difungsikan dengan baik, akan tetapi ketika jiwa terganggu semua fungsi fisik ikut terganggu bahkan tidak berfungsi dengan maksimal.

Namun demikian hal itu tidaklah perlu kita cemaskan karena ajaran Islam begitu luhur ajarannya yang menuntun kita umatnya untuk menjaga dan mencapai ketentraman jiwa, daIam pandangan Islam jiwa sering dikaitkan dengan hati atau qalbu, Qalbu adalah suatu lintasan perasaan pada diri manusia atau anggota tubuh yang abstrak dan hanya bisa dirasakan.Segumpal daging yang terletak di dalam dada manusia,sebagai tempat bertarungnya pengaruh kebaikan dan kejahatan, organ ini memiliki peranan yang sangat penting.

11.    Ketentraman dengan manusia sebagai makhluk sosial

Sebagai subjek yang mempunyai potensi-potensi lahir batin, manusia melakukan prakarsa, rasa dan karsa, bahkan juga karya dan prestasi karena dorongan-dorongan yang amat kompleks. Dorongan-dorongan tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor objektif (kebutuhan), dapat pula karena faktor-faktor subjektif (cinta, pengabdian). Bahkan dapat juga karena alasa-alasan moral (tanggung jawab), kewajiban, harga diri dan nilai-nilai. Dengan demikian, memahami manusia haruslah dalam persoalan yang berkaitan erat dengan dunia manusia, yakni kebudayaan manusia secara keseluruhan.
Apakah yang dimaksud dengan dunia manusia di atas? Dalam rangka itulah kita perlu mengadakan reorentasi atas demensi-demensi ruang lingkup kesadaran manusia. Hal ini akan menjadi lebih jelas dalam uraian antropologia metafisika tentang hakikat manusia. Ilmu yang mempelajari hakikat manusia disebut antropologia metafisika, yang berkesimpulan bahwa hakikat manusia integritas antara kesadaran-kesadaran:

Manusia sebagai makhluk sosial, dan Self-existensi, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita subjek. Meskipun diri kita sebagai pribadi adalah subjek yang menyadari, namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita. Sebab, kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah bahwa kita menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati adalah hak kita dan setiap orang. Sebaliknya untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) terutama nampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain.

Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarga sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam interdependensi, antar hubungan dan anteraksi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga satu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara dan sebaginya. Manusia tidak hanya interdependensi dalam hal materiil-ekonomis saja, melainkan lebih mengandung makna psikologis, yakni dorongan cinta dan dicintai, di mana kebahagiaan terutama terletak dalam kepuasan jiwa ini

Jadi esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu

12.    Ketentraman dengan manusia sebagai makhluk berbudaya


Hakikat kodrat manusia itu adalah 1) sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa), 2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam), dan 3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat kodratinya.  Manusia dipandang mulia atau terhina tidak berdasarkan aspek fisiologisnya. Aspek fisik bukanlah tolak ukur bagi derajat kemanusiaannya.
     Hakikat kodrati manusia tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo faber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat (homo socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha (homo economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious), sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati  cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk pada hukum alam.
     Keunggulan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab berkat ketekunannya memantau berbagai gejala dan peristiwa alam. Manusia tidak lagi menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang selesai, melainkan sebagai peluang yang membuka berbagai kemungkinan. Setiap kenyataan mengisyaratkan adanya kemungkinan. Transendensi manusia terhadap kenyataan yang ditemuinya sebagai pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan kemampuannya yang paling mendasari perkembangan pengetahuannya

KEDAMAIAN


13.    Kedamaian dengan manusia sebagai ciptaan tuhan


Tak satu pun agama yang memberikan toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang, melainkan karena kekerasan bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan akan menghancurkan manusia dan peradabannya yang telah dibangun sejak permulaan manusia itu ada. Manusia dan peradabannya selalu mendambakan terbangunnya perdamaian dan kedamaian sejati, bukan perdamaian yang dibuat-buat (semu) karena berbagai motif yang terselubung dan tidak bertanggung jawab. Perdamaian yang diharapkan adalah perdamaian yang didasarkan cinta kasih sesama sebagai makhluk Tuhan, yang mempunyai beban dan tanggung jawab sama di muka bumi, yaitu mewujudkan perdamaian itu sendiri. Karena peradaban manusia selalu diwarnai pertentangan dan kepentingan, maka Tuhan memberi petunjuk berupa agama untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar atau jalan perdamaian. Peradaban dan budaya yang tidak dibimbing oleh agama akan membawa sengsara dan pertentangan. Ini terbukti dengan semakin hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan akibat modernisasi yang tidak dibarengi dengan peneguhan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sikap kebersamaan dan gotong-royong telah diganti dengan sikap individualistis, sikap saling tolong-menolong dan membantu berubah menjadi saling bermusuhan (antagonistik), serta spiritualitas murni digantikan dengan spiritualitas semu yang serba formalis. Inilah yang membawa manusia kepada kekacauan dan ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mewujudkan perdamaian di dunia ini. Bahkan, perdamaian itu merupakan sebagian dari pokok keberagamaan umat. Iman sebagai inti dari agama mengandung tiga pengertian, yakni al-iman (percaya kepada keesaan Allah), al-amanah (sikap jujur), dan al-aman (menghadirkan keamanan dan kedamaian). Orang yang menyatakan beriman kepada Allah dituntut mampu melaksanakan tiga makna tersebut, yaitu: percaya, jujur, dan damai. Orang beriman yang hanya percaya kepada Allah namun tidak bersikap jujur dan malah berbuat kerusakan dan kekerasan berarti keimanannya tidak sempurna.  Perdamaian dan kedamaian itu dapat berhasil apabila dimulai dari pribadi masing-masing. Ibda’ bi nafsik (mulailah dari dirimu sendiri), demikian sabda Nabi.  Memulai perdamaian dari diri sendiri berarti harus mampu menghadirkan kedamaian dalam jiwa dan menjauhkannya dari kerusakan dan kehancuran  Diri kita pun harus dipenuhi hak-haknya, hak jasmani dan ruhani, serta harus dijauhkan dari hal-hal yang merusak jasmani dan rohani itu. Sebagai makhluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar mewujudkan perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial kemasyarakatan. Allah sangat mengecam  kerusakan yang dilakukan umat manusia di muka bumi ini. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ “Telah tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia”. Dalam hal ini, menjaga lingkungan dari kerusakan adalah sebagian dari ajaran Islam untuk mewujudkan kebersamaan dan kedamaian bersama. Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan masyarak

14.    Kedamaian dengan manusia sebagai makhluk individu

Setiap kita selalu mendambakan, agar dalam pergaulan hidup di tengah masyarakat ini, kita dapat hidup tenang, penuh ketenteraman dan kedamaian. Sebab dalam suasana tenteram dan damai itu kita dapat berbuat banyak untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Dalam suasana tenteram kita dapat bekerja secara tenang melakukan berbagai aktivita, baik untuk kepentingan diri kita dan keluarga, maupun untuk kepentingan masyarakat dan orang banyak. Bekerja mencari nafkah untuk keluarga, bergiat menuntut ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas peribadi, berdakwah untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta berjihad membangun bangsa dan negara dan sebagainya, hanya bisa dilakukan dengan baik dalam suasana tenteram dan damai. Sebaliknya dalam suasana yang diliputi oleh kegoncangan dan keributan, dapat dipastikan kita tidak akan pernah mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat. Sebab pikiran dan tenaga kita telah terkuras habis untuk menanggulangi kekisruhan itu.
Namun sebuah kenyataan yang sering kita alami, bahwa kehidupan kita itu tidak selamanya berlangsung dalam keadaan tenang, tenteram dan damai. Ketenteraman kita acapkali diganggu oleh suasana yang tidak kita inginkan, misalnya berupa timbulnya sikap saling curiga mencurigai di antara kita atau timbulnya sikap saling tuduh menuduh dan saling membenci satu sama lain, sehingga berakibat terjadinya konflik dan permusuhan yang sangat meresahkan dan menggelisahkan.
Mengapa di antara kita kadang-kadang timbul sikap saling curiga mencurigai, saling tuduh menuduh dan saling membenci. Hal ini acapkali disebabkan oleh sikap masing-masing kita, yang terlalu mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Kita selalu bersikap meminta terlalu banyak kepada orang lain. Sedang kita sendiri tidak bersedia berkurban sedikitpun. Timbulnya suasana saling mencurigai dan sebagainya itu kadang-kadang juga disebabkan karena kesalah pahaman saja, akibat jarangnya kita bertemu dan bersilaturrahim. Disamping itu, timbulnya sikap saling curiga mencurigai itu bisa juga disebabkan oleh sesuatu yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan adanya ketenangan, ketenteraman dan kedamaian di antara kita. Pihak-pihak tertentu itu dengan sengaja menebarkan isu, pergunjingan dan fitnah di tengah-tengah masyarakat, sehingga apabila kita termakan oleh isu itu, akan goncanglah kehidupan kita.
Ketenangan, ketenteraman dan kedamaian hidup, tentunya bukan merupakan sesuatu yang dengan begitu saja bisa kita nikmati tanpa usaha. Ketenangan, ketenteraman dan kedamaian hidup adalah merupakan hasil dari sebuah proses yang secara sadar dan sengaja harus diusahakan. Diantara usaha yang perlu dilakukan agar ketenangan, ketenteraman dan kedamaian menyelimuti hidup dan kehidupan kita, antara lain, hendaklah masing-masing kita, disamping memikirkan kepentingan diri sendiri, jangan lupa juga memikirkan kepentingan orang lain. Sebagai makhluk yang tidak mungkin dan tidak mampu hidup seorang diri di permukaan bumi ini, hendaklah kita menseimbangkan antara kepentingan diri peribadi dengan kepentingan orang lain dan masyarakat

15.    Kedamaian dengan manusia sebagai makhluk sosial

Manusia dan ilmu-ilmu manusia memang tidak satu dan seragam. Ia demikian kaya sekaligus plural. Demikian juga dengan ladang-ladang kedamaian. Demikian banyak ladangnya, demikian berlimpah cara yang tersedia. Menyebutkan kalau sebuah cara sebagai cara terbaik, sebuah ladang adalah satu-satunya ladang kedamaian, mudah sekali tergelincir ke dalam kedangkalan sekaligus kesombongan. Untuk itulah layak diendapkan, kalau setiap ulasan tentang kedamaian, hanyalah salah satu saja dari demikian berlimpahnya pilihan ulasan yang tersedia.
Disinari cahaya-cahaya kerendahan hati seperti inilah, ada yang bertanya ulang: betulkah kedamaian harus dicari? Marilah kita mulai dengan keadaan hidup yang diberi judul kedamaian. Sejuk, tenteram, bersahabat, semua tampak baik dan bahkan sempurna, adalah rangkaian keadaan yang muncul di dalam ketika manusia membuka pintu-pintu kedamaian. Keadaan seperti ini, adakah ia sebuah akibat atau juga sebuah sebab? Tidak mudah menjawabnya secara hitam-putih. Secara lebih khusus karena manusia berbeda-beda.
Ada memang kelompok manusia yang menyebut kedamaian sebagai akibat. Sebabnya pun demikian beragam. Dari hal-hal luar seperti rumah, mobil, jabatan, nama baik sampai dengan hal-hal di dalam seperti pengendalian diri, kecintaan akan alam dan kehidupan serta ketekunan berjalan menuju Tuhan. Ada juga kelompok lain yang menyebut kedamaian sebagai sebab. Yang penting, menurut kelompok ini, berucap dan bersikaplah sama dalam setiap keadaan: I can choose peace than the others. Pilih kedamaian, jangan yang lain.
Demikianlah selalu wajah-wajah dinamis ilmu-ilmu manusia. Positifnya selalu memberi pilihan yang kaya. Halangannya atau malah peluangnya, mempersilakan orang untuk menentukan sendiri pendekatan mana yang tepat. Dalam peta perjalanan seperti ini, pencari-pencari kedamaian dipersilakan memilih sesuai dengan kedalaman pemahamannya akan diri.
Mereka yang kedalaman pemahamannya akan diri masih di tingkat kedamaian sebagai akibat, dipersilakan berkonsentrasi pada sebab-sebab yang relevan. Hal-hal luar seperti uang, rumah dan mobil memang bisa membantu sebentar. Demikian juga dengan hal-hal dalam seperti disiplin diri, yang bisa memberi dampak lebih jangka panjang. Cuma, apapun yang berbau akibat, ia akan senantiasa datang dan pergi.

Lain halnya dengan kedamaian sebagai sebab. Karena pilihan sikapnya dalam setiap keadaan tidak mengenal yang lain kecuali kedamaian, maka kedamaian menjadi teman yang relatif lebih abadi. Mantra orang-orang dalam kelompok ini hanya satu: I can choose peace than others. Semenderita apapun, semenggoda apapun pilihan-pilihan lainnya, tetap yang dipilih hanya satu: kedamaian.
Seorang sahabat bergumam: tidak mudah! Ini juga tergantung pada diri kita masing-masing. Terutama seberapa kuat badan dan pikiran mencengkeram perjalanan setiap manusia. Dalam kehidupan yang dicengkeram kuat-kuat oleh badan dan pikiran, memilih kedamaian itu sebuah perjuangan berat – kalau tidak mau dikatakan tidak mungkin. Dalam kehidupan di mana badan dan pikiran hanya kuda atau kendaraan yang terkendali, cerita jadi lain. Untuk itulah, bisa dimaklumi kalau bahasa Tibet dari pencerahan adalah jangchub, yang berarti menginternalisasikan nilai-nilai positif secara total.
Dalam nilai-nilai positif yang telah diinternalisasikan secara total ke dalam, tidak saja badan dan pikiran kemudian jadi kendaraan, pilihan I can choose peace than others menjadi demikian mudah dan mengalir. Dan kedamaian pun menjadi sebuah sebab. ”Apa yang tersisa dalam kehidupan seperti ini?”, demikian seorang sahabat pernah bertanya. Dan banyak guru hanya menjawabnya dengan senyuman dalam-dalam. Seperti sedang mengungkapkan keindahan yang tidak bersebab.
Pengungkapan keindahan manapun melalui kata-kata selalu disertai lawan di belakangnya. Namun senyuman dalam-dalam tanpa kata-kata, ia sedang bertutur tentang keindahan yang tidak memiliki lawan. Seperti pernah dituturkan Dalai Lama dalam The many ways to Nirvana: the highest form of peace is true cessation. Kedamaian tertinggi adalah keadaan berhentinya semua. Termasuk berhentinya kata-kata sebagai wakil keindahan.

16.    Kedamaian dengan manusia sebagai makhluk berbudaya

Dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dari yang namanya budaya, sebab budaya telah mendarah daging dalam diri manusia. Manusia disini dituntut agar bisa menciptakan kedamaian dalam arti apakah itu adat, akal budi, pikiran dan kebiasan yang dilakukan secara terpelajar, beradab dan berbudi pekerti. Apabila manusia mampu menjalankan hal itu maka kedamaian dapat tercipta dalam berbudaya dan tidak lagi ingin meninggalkan budaya yang telah di anut. Kedamaian dalam berbudaya sangat identik dengan bagaimana keberhasilan dan kemampuan manusia menciptakan dan mengembangkan budaya yang telah ada agar tidak pupus dan pudar dalam masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Fakta Unik dan Mitos Virus Corona

Contoh Sistem Informasi Akademik